Selasa, 01 Oktober 2013

Buitenzorg, Kota Hujan

Suratku berkata...
lenyap ini kian tak bertepi,
hancur dimakan sepi, 
kenangan dalam mozaik cinta,
di kedamaian hati yang semakin sulit.

Suratku bersuara...
telah kutinggalkan cemburu di sudut kamar gelap,
telah kuhanyutkan duka,

pada sungai kecil yang mengalir dari mataku,
darimu aku melihat sisi lain hidup ini.

Suratku berdoa,
di kota tanpa kecemasan,
telah kukabarkan lewat angin gerimis tentang segala catatan hati,
di tiap jengkal terhampar harapan,
dalam sajadah tahajud dan sujud panjang.

Maafkan atas keburukanku...

(Oleh Wahyu Tarman, di klinik Griya Sehat, Kota Bogor, pukul 00.00)

Selasa, 09 Juli 2013

Malaikat Berjubah Hitam Itu

Dahulu kala, ribuan tahun jauh sebelum manusia diciptakan
Setelah Lauhful Mahfudz, bumi, langit, surga, neraka diciptakan
Wajah iblis amat tampan, jubah hitam berkilau, taat kepada Tuhan
Iblis dalam hatinya bertanya, salahkah bila aku cemburu pada Adam?

Namun, hal itu cukup membuat Iblis menentang Penguasa Jiwa
Dengan bijaksana, Tuhan memerintahkan Iblis untuk kembali ke Neraka
Mencabut semua kehormatan dan hak prerogatif Iblis

Iblis  memohon restu kepada Tuhan untuk menggoda manusia
Iblis membuat beberapa perangkap instan
Salah satunya tiga perangkap dalam Hadis Riwayat Ad Dailami

Manusia dilaknat jika membenci kedua orangtuanya
Memperbudak kedua ibu bapaknya
Membuat ibunya menitikkan air mata

Di bulan ini, jangan angkuh atau malu untuk meraih tangan kedua orangtua
Tak ada kedamain tanpa restu mereka
Yang ada hanyalah kekacauan jiwa yang tak habis dalam ribuan kertas yang kau tulis

Mohon Maaf Lahir Bathin

Senin, 08 April 2013

Aku dan Dia Duduk Menyaksikan Perseids

Malam itu, kami berada di puncak Planetarium. "Coba lihat ini." Yun yang tadi duduk, berdiri, dan memasukkan bola matanya ke pangkal teropong. Bersama-sama kami seakan naik menuju atap bumi.

Malam menyelimuti kami. Hujan meteor seperti kembang api, percikan-percikan cahaya dalam kabut kegelapan. "Wah, seru!" teriak Yun, lalu ia berbaring agar bisa melihat lebih jelas.

"Itu Perseids," kataku memberitahunya. "Hujan meteor."

Bintang jatuh sebenarnya sama sekali bukan bintang. Itu hanyalah bebatuan yang memasuki atmosfer dan mengeluarkan api akibat gesekan. Saat kita melihat bintang jatuh, dan mengucapkan harapan, sebenarnya harapan itu hanyalah jejak luka dari sisa-sisa batu yang terkikis.

"Asyik kali ya kalau ada bintang yang mendarat di halaman? Dan kita bisa menemukannya saat terbangun lalu menaruhnya di mangkuk akuarium dan menggunakannya sebagai lampu penerang saat kita berjalan di halaman belakang."

Aku hampir bisa membayangkan Yun melakukannya, menyisir rumput halaman untuk menemukan tanda-tanda rumput terbakar.

"Apakah menurutmu, kita bisa membawanya dalam kehidupan kita? Alat yang dapat mempertemukan kita saat kita terpisah di koridor gelap?"

Tatapan Yun begitu tajam, aku tahu ia ingin bertanya apakah aku tidak akan meninggalkannya?

Setiap detik, muncul pancaran sinar keperakan. Aku dan dia ingin di tempat yang sama saat jiwa-jiwa yang terbuat dari cahaya menjemput kami. Kata-kata itu terlalu sulit diucpakan.


Dalam kesendirian. Aku bangkit dari memory saat duduk bersamanya menyaksikan Perseids. Itu sudah lama sekali. Tapi aku selalu percaya, Tuhan akan mempertemukan kami. Di kehidupan ini, atau di sisi yang berbeda.

By : Yuda Tarman
Gambar : Dikutip dari http://www.imajie.com/2010_08_01_archive.html