Minggu, 15 Juli 2012

Danau Mawang


Aisyah, wanita dengan kemeja yang warnanya hampir sama dengan rumput paspalum. Sore, di danau mawang beratap langit kelabu. Sudah 17.30 harusnya gadis itu sudah datang, duduk di bebatuan menatap ke keheningan mawang, menunggu kakek tua itu menepikan rakitnya setelah puas melampiaskan hobi memancing ikan tawar, membuang hari tuanya hilang dibawa arah.

Seperti itulah tiap sore perempuan berhati emas itu menunggu lalu selesai tanpa sepotong kata apa pun. Tapi hari ini … langit agak mendung, musim hujan, mungkin sebentar lagi gerimis pertama Desember tiba. Perempuan itu duduk dan menunggu, tanpa hiraukan ada yang sudah menunggunya juga sejak 400 menit yang lalu. Tangannya menengadah mengecek apa gerimis mau menyentuhnya atau tidak. Sebelum gerimis menyentuh telapak tangannya.

Tiba-tiba ada yang menyentuh pundak perempuan itu. Seakan kompak dengan Tuhan, lelaki itu berkemeja kelabu mirip dengan langit di sore itu. Sudah 400 menit aku menunggunya, tapi bukan aku yang menyapanya terlebih dulu.
“Ya?” wanita itu menoleh.
“Air danau mawang hampir sama besar dengan air mata perempuan yang melahirkan selama sepekan,” canda lelaki itu.
Dan perempuan itu hanya mengernyit “Maksudmu?”

Begitulah sore menahan gerimis turun. Rumput paspalum menari riang mengikuti gesekan nada-nada merdu dari angin. Mungkin Desember sedang menyiapkan satu album kenangan untuk mereka… Entahlah… Ini baru pertemuan, mungkin perpisahan sedang menunggu di satu sore lainnya.

Di bawah langit kelabu aku pergi meninggalkan mereka. Semoga albumnya bersamaku bukan bersamanya, harapku. Mmm, semoga albumnya berwarna merah jambu.

*ditulis terburu-buru, sesaat sebelum berangkat melayani keluhan di RS. Wahidin.

~ wahyu tarman ~

1 komentar:

  1. rumput dan langit
    selalu ada album untuk mereka
    pada sore ini,.. dan sore-sore lainnya.
    salam dari liarnya hutan...
    dikomentari terburu-buru, sesaat sebelum bertemu klien di Firma Hukum "Permata Keadilan"

    BalasHapus